PERANAN PONDOK PESANTREN DAN DINIYAH DALAM MASYARAKAT
Disusungunamemenuhitugas
Mata Kuliah: PengembanganKurikulum
DosenPengampu: Bapak Fatah Syukur
Disusunoleh :
Sandi
Milzam F. (123311037)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
I.
PENDAHULUAN
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di
Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap
pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana
tipe reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam
pembelajarannya.
Seiring
dengan perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan
dan bersedia menerima akan suatu perubahan, namun tidak sedikit pula pesantren
yang memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh
perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan.
Untuk itu disini akan mencoba menelaah seperti apa ciri-ciri pesantren yang
bersikap dinamis dan dilihat dari segi apa saja pesantren tersebut dikatakan
sebagai pesantren yang bersikap dinamis, agar kita dapat melihat dan
menyimpulkan sendiri apakah pesantren yang dimaksud bersikap dinamis ataukah
statis
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Pesantren dan Diniyah?
B. Peran Pesantren dan Diniyah dalam
masyarakat?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pesantren dan Diniyah
1. Pengertian Pesantren
Pesantren
sebagai bagian integral dari institusi pendidikan berbasis masyarakat merupakan
sebuah komunitas yang memiliki tata nilai tersendiri. Di samping itu, pesantren
mampu menciptakan tata tertib yang unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan
yang lain. Peran serta sebagai lembaga pendidikan yang luas penyebarannya di
berbagai pelosok tanah air, telah banyak memberikan saham dalam pembentukan
Indonesia religious.
Pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berada di lingkunagn masyarakat
yang dilembagakan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan bercirikan
keagamaan. Sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah No. 37 tahun 1991
pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang
mempersiapkan warga belajar untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
Pondok
pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional. Sitem pendidikan mengandung beberapa subsistem yang saling
berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren apabila dijadikan
sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem tersebut.
Pondok pesantren memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
Pondok pesantren memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a. Menggunakan pendekatan holistik
dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Artinya para pengasuh pondok
pesantren memandang bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kesatupaduan atau
lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi warga pondok pesantren,
belajar di pondok pesantren tidak mengenal perhitungan waktu.
b. Memiliki kebebasan terpimpin. Setiap
manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi, karena
kebebsan memiliki potensi anarkisme. Kebebasan mengandung kecenderungan
mematikan kreatifitas, karena pembatasan harus dibatasi. Inilah yang dimaksud
dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan terpimpin adalah watak ajaran Islam.
c. Berkemampuan mengatur diri sendiri
(mandiri). Di pondok pesntren santri mengatur sendiri kehidupannya menurut
batasan yang diajarkan agama.
d. Memiliki kebersamaan yang tinggi.
Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban harus menunaikan
kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hak, individu harus mendahulukan
kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib.
e. Mengabdi orang tua dan guru. Tujuan
ini antara lain melalui pergerakan berbagai pranata di pondok pesantren seperti
mencium tangan guru, dan tidak membantah guru.
2. Pengertian Diniyah
Madrasah Diniyah
adalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagai pendidikan non
formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung dan menjadi pendidikan
alternatif. Biasanya jam pelajaran
mengambil waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai
bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini
tidak terlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih
mengedepankan pada isi atau substansi pendidikan.[1]
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya
mengajarkan ilmu – ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai
lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah
umum. Pada tahun 1910
didirikan Madrasah School (Sekolah Agama) yang dalam perkembangannya berubah
menjadi Diniyah School (Madrasah Diniyah). Dan nama madrasah Diniyah inilah
yang kemudian berkembang dan terkenal.[2]
Fungsi Madrasah Diniyah
a.
Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan
agama Islam yang meliputi : Al Qur’an Hadist, Ibadah Fiqh, Aqidah Akhlak,
Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
b.
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam
bagi yang memerlukan
c.
Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat.
d.
Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama Islam
e.
Melaksanakan tata usaha dan program pendidikan serta
perpustakaan
Dengan demikian, madrasah Diniyah disamping berfungsi
sebagai tempat mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai
sarana untuk membina akhlak al karimah ( akhlak mulia) bagi anak yang kurang
akan pendidikan agama Islam di sekolah – sekolah umum.[3]
Tujuan
madrasah diniyah
a.
Tujuan umum
1.
Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia
2.
Memiliki sikap sebagai warga Negara Indonesia yang baik
3.
Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat
jasmani dan rohani
4.
Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan
beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan kepribadiannya,
b.
Tujuan khusus
Tujuan
khusus madrasah diniyah dalam bidang pengetahuan :
1.
Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam
2.
Memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa Arab sebagai alat
untuk memahami ajaran agama Islam.
Tujuan
khusus madrasah diniyah dalam bidang pengamalan :
1.
Dapat mengamalkan ajaran agama Islam
2.
Dapat belajar dengan cara yang baik
3.
Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil
bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat
4.
Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat
membaca kitab berbahasa Arab
5.
Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip
– prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai berdasarkan ajaran agama Islam
Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang nilai dan sikap
:
a.
Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan
b.
Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku
c.
Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya yang
tidak bertentangan dengan agama Islam
d.
Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan
ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk menyebarluaskan. [4]
B.
Peran Pesantren dan Diniyah dalam
masyarakat
Pesantren mengembangkan beberapa peran, utamanya sebagai
lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga
memainkan peran sebagai lembaga bimbingan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan
masyarakat, maka itu adalah pondok pesantren. Pesantren dalam kehidupan dimasyarakat
mempunyai peran, diantaranya sebagai :
1. Lembaga Pendidikan
Tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah dan
kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya.
Keteraturan pendidikan di dalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya
diatur sesuai urutan penjenjangan kitab. Penjenjangan itu diterapkan secara
turun temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar isi
kualifikasi pengajar dan santri lulusannya.
2. Lembaga Keilmuan
Pesantren dapat juga sebagai lembaga keilmuan. Kitab-kitab
produk para guru pesantren dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya
atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya yang ikut mempergunakannya.
Bimbingan menulis menjadi kebutuhan di pesantren sejak lama. Kebiasaan mencatat
menjelaskan fakta tentang banyaknya buku kajian keagamaan dan sosial yang
melimpah dalam dua dasawarsa terakhir ini di tanah air. Buku merupakan bagian
dari tradisi kosmopolitan. Dialog keilmuan yang terjadi melalui buku-buku itu
telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu dan menjadi penanda kosmopolitan
pesantren yang justru dibangun dari tradisi kitab kuning. Dengan pengembangan
karya ilmiah itu terjadi pembaharuan metodologi kajian Islam di kalangan
pesantren apalagi setelah akses untuk belajar di universitas Timur Tengah dan
belahan dunia lainnya meningkat sejak akhir abad ke 19. Dalam rentang waktu
yang panjang umat islam telah merekam berbagai perkembangan sosial, ekonomi,
politik, sosial, budaya dan keilmuan yang mendorong pembaharuan alamiahnya.[5]
3. Lembaga Pelatihan
Pelatihan awal yang dijalani para santri adalah mengelola
kebutuhan diri santri sendiri sejak makan, minum, pengelolaan barang-barang
pribadi sampai pada jadwal belajar. Pada tahap ini kegiatan pembelajaran masih
dibimbing oleh santri yang lebih senior. Jika tahapan ini dikuasai dengan baik,
maka santri akan menjalani pelatihan berikutnya untuk dapat menjadi anggota
komunitas yang aktif dalam rombongan belajarnya. Disitu santri belajar
bermusyawarah, menyampaikan pidato, mengelola tugas organisasi santri, mengelola
urusan operasional di pondok dan mengelola tugas membimbing santri yuniornya.
Pelatihan atau kursus bisa saja berkembang menjadi lembaga
pendidikan ketrampilan yang diakreditasi oleh kantor dinas pemerintah,
memperoleh pengakuan luas dan menjangkau peserta dari luar pesantren. Pelatihan
bisa juga berlanjut jika santri menyediakan waktu di pesantren setamat dari
jenjang sekolah atau madrasah tertinggi yang diikutinya. Di sini santri dilatih
untuk dapat mengelola lembaga yang diselenggarakan oleh pesantren. Kualifikasi
dan tanggung jawab santri akan meningkat sejalan dengan tahap penguasaannya
atas standar kompetensi yang diterapkan di lembaga pesantren.
4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, pesantren
pada umumnya benar-benar mandiri dan telah selektif pada lembaga-lembaga
penyandang dana dari luar masyarakatnya
sendiri. Jenis pengembangan masyarakat yang lebih menjadikan masyarakat
pesantren sebagai pasar bagi produk asing menjadi sorotan tajam. Konsep pengembangan
masyarakat pun diganti dengan pemberdayaan masyarakat yaitu yang dapat
memperbaiki tata usaha, tata kelola dan tata guna sumber daya yang ada pada
masyarakat pesantren. Di dalam pemberdayaan masyarakat itu pesantren berteguh
pada lima asas yaitu:
a. Menempatkan masyarakat sebagai
pelaku aktif bukan sasaran pasif
b. Penguatan potensi lokal baik yang
berupa karakteristik, tokoh, pranata dan jejaring
c. Peran serta warga masyarakat sejak
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, refleksi dan evaluasi.
d. Terjadinya peningkatan kesadaran,
dari kesadaran semu dan kesadaran naif, ke kesadaran kritis
e. Kesinambungan setelah program
berakhir
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren
percaya bahwa manusia akan meningkat martabatnya seiring dengan pengetahuan nilai-nilai
did alam dirinya. Penanaman atau penumbuhan nilai-nilai dalam pribadi dan
masyarakat membutuhkan waktu penyemaian yang tidak sebentar.[6]
5. Lembaga Bimbingan
Keagamaan
Pesantren ditempatkan sebagai bagian
dari lembaga bimbingan keagamaan oleh masyarakat pendukungnya. Setidaknya
pesantren menjadi tempat bertanya masyarakat dalam hal keagamaan. Mandat
pesantren dalam hal ini tampak sama kuatnya dengan mandat pesantren sebagai
lembaga pendidikan. Di bebeberapa daerah, identifikasi lulusan pesantren pertama kali adalah kemampuannya menjadi
pendamping masyarakat untuk urusan ritual keagamaan sebelum mandat lain yang
berkaitan dengan keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat.
Faktor yang mendukung pesantren sebagai
lembaga bimbingan keagamaan adalah kualifikasi kiai dan jaringan kiai yang
memiliki kesamaan panduan keagamaan terutama di bidang fiqih dan kesamaan
pendekatan dalam merespon masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.
Semua itu menjadi pertimbangan bagi
sejumlah pesantren untuk
menata ulang pembelajaran dengan lebih menekankan dua hal yaitu relevansi
akademik dan relevansi sosial kurikulum pesantren. Relevansi akademik menunjuk
pada kesesuaian isi kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan di masyarakat dan relevansi sosial
menunjuk pada kesesuaian isi kurikulum dengan permasalahan hidup masyarakat.
6. Simpul Budaya
Pesantren dan simpul budaya itu sudah
seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada di
tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke dalam
peran itu, baik yang berada di daerah pengaruh kerajaan islam maupun di
luarnya. Pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya dan
selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dngan kehidupan di
sekelilingnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan yang
biasa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip
syari’at. Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan memperoleh tempat.[7]
IV.
KESIMPULAN
Pondok
pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional. Sitem pendidikan mengandung beberapa subsistem yang saling
berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren apabila dijadikan
sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem tersebut.
Madrasah
Diniyah adalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagai pendidikan
non formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung dan menjadi pendidikan
alternatif. Biasanya jam pelajaran mengambil
waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai bakda isya’
hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini tidak terlalu
perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih mengedepankan pada isi
atau substansi pendidikan.
Pesantren mengembangkan beberapa
peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam
yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan, keilmuan,
kepelatihan, pengembangan masyarakat, maka itu adalah pondok pesantren. Pesantren
dalam kehidupan dimasyarakat mempunyai peran, diantaranya sebagai :
1. Lembaga Pendidikan
2. Lembaga Keilmuan
3. Lembaga Pelatihan
4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
5. Lembaga Bimbingan
Keagamaan
6. Simpul Budaya
V. PENUTUP
DAFTAR
PUSTAKA
M Dian Nafi,dkk. Praktis
Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007).
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Ridlwan
Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010)
Headri
Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva
Pustaka, 2004)
[1] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah
diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hlm. 14
[2] Ridlwan Nasir,
Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
hlm. 95
[3] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 32
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 32
[5] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren.
(Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 14.
[6] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren.
(Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 16.
[7] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren.
(Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar