Rabu, 10 Juni 2015

PERANAN PONDOK PESANTREN DAN DINIYAH DALAM MASYARAKAT




PERANAN PONDOK PESANTREN DAN DINIYAH DALAM MASYARAKAT
Disusungunamemenuhitugas
Mata Kuliah: PengembanganKurikulum
DosenPengampu: Bapak Fatah Syukur



Disusunoleh :

Sandi Milzam F.          (123311037)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015




I.       PENDAHULUAN
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana tipe reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
Seiring dengan perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan dan bersedia menerima akan suatu perubahan, namun tidak sedikit pula pesantren yang memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan. Untuk itu disini akan mencoba menelaah seperti apa ciri-ciri pesantren yang bersikap dinamis dan dilihat dari segi apa saja pesantren tersebut dikatakan sebagai pesantren yang bersikap dinamis, agar kita dapat melihat dan menyimpulkan sendiri apakah pesantren yang dimaksud bersikap dinamis ataukah statis


II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Pesantren dan Diniyah?
B.     Peran Pesantren dan Diniyah dalam masyarakat?

III. PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pesantren dan Diniyah
1.      Pengertian Pesantren
Pesantren sebagai bagian integral dari institusi pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah komunitas yang memiliki tata nilai tersendiri. Di samping itu, pesantren mampu menciptakan tata tertib yang unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan yang lain. Peran serta sebagai lembaga pendidikan yang luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air, telah banyak memberikan saham dalam pembentukan Indonesia religious.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berada di lingkunagn masyarakat yang dilembagakan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan bercirikan keagamaan. Sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah No. 37 tahun 1991 pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
Pondok pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Sitem pendidikan mengandung beberapa subsistem yang saling berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren apabila dijadikan sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem tersebut.
Pondok pesantren memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a.       Menggunakan pendekatan holistik dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Artinya para pengasuh pondok pesantren memandang bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi warga pondok pesantren, belajar di pondok pesantren tidak mengenal perhitungan waktu.
b.      Memiliki kebebasan terpimpin. Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi, karena kebebsan memiliki potensi anarkisme. Kebebasan mengandung kecenderungan mematikan kreatifitas, karena pembatasan harus dibatasi. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan terpimpin adalah watak ajaran Islam.
c.       Berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri). Di pondok pesntren santri mengatur sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama.
d.      Memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib.
e.       Mengabdi orang tua dan guru. Tujuan ini antara lain melalui pergerakan berbagai pranata di pondok pesantren seperti mencium tangan guru, dan tidak membantah guru.

2.      Pengertian Diniyah
 Madrasah Diniyah adalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagai pendidikan non formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung dan menjadi pendidikan alternatif. Biasanya jam pelajaran mengambil waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini tidak terlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih mengedepankan pada isi atau substansi pendidikan.[1]
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu – ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum. Pada tahun 1910 didirikan Madrasah School (Sekolah Agama) yang dalam perkembangannya berubah menjadi Diniyah School (Madrasah Diniyah). Dan nama madrasah Diniyah inilah yang kemudian berkembang dan terkenal.[2]

Fungsi Madrasah Diniyah
a.       Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi : Al Qur’an Hadist, Ibadah Fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.      
b.      Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi yang memerlukan
c.       Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat.
d.      Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama Islam
e.       Melaksanakan tata usaha dan program pendidikan serta perpustakaan
Dengan demikian, madrasah Diniyah disamping berfungsi sebagai tempat mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai sarana untuk membina akhlak al karimah ( akhlak mulia) bagi anak yang kurang akan pendidikan agama Islam di sekolah – sekolah umum.[3]
Tujuan madrasah diniyah
a.       Tujuan umum  
1.      Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia
2.      Memiliki sikap sebagai warga Negara Indonesia yang baik
3.      Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
4.      Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan kepribadiannya,
b.      Tujuan khusus
Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang pengetahuan :
1.      Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam
2.      Memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam.
Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang pengamalan :
1.      Dapat mengamalkan ajaran agama Islam
2.      Dapat belajar dengan cara yang baik
3.      Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat
4.      Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat membaca kitab berbahasa Arab
5.      Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai berdasarkan ajaran agama Islam
Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang nilai dan sikap :
a.       Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan
b.      Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku
c.       Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya yang tidak bertentangan dengan agama Islam
d.      Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk menyebarluaskan. [4]

B.     Peran Pesantren dan Diniyah dalam masyarakat
Pesantren mengembangkan beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, maka itu adalah pondok pesantren. Pesantren dalam kehidupan dimasyarakat mempunyai peran, diantaranya sebagai :
1.      Lembaga Pendidikan
Tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Keteraturan pendidikan di dalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya diatur sesuai urutan penjenjangan kitab. Penjenjangan itu diterapkan secara turun temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar isi kualifikasi pengajar dan santri lulusannya.

2.      Lembaga Keilmuan
Pesantren dapat juga sebagai lembaga keilmuan. Kitab-kitab produk para guru pesantren dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya yang ikut mempergunakannya. Bimbingan menulis menjadi kebutuhan di pesantren sejak lama. Kebiasaan mencatat menjelaskan fakta tentang banyaknya buku kajian keagamaan dan sosial yang melimpah dalam dua dasawarsa terakhir ini di tanah air. Buku merupakan bagian dari tradisi kosmopolitan. Dialog keilmuan yang terjadi melalui buku-buku itu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu dan menjadi penanda kosmopolitan pesantren yang justru dibangun dari tradisi kitab kuning. Dengan pengembangan karya ilmiah itu terjadi pembaharuan metodologi kajian Islam di kalangan pesantren apalagi setelah akses untuk belajar di universitas Timur Tengah dan belahan dunia lainnya meningkat sejak akhir abad ke 19. Dalam rentang waktu yang panjang umat islam telah merekam berbagai perkembangan sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan keilmuan yang mendorong pembaharuan alamiahnya.[5]

3.      Lembaga Pelatihan
Pelatihan awal yang dijalani para santri adalah mengelola kebutuhan diri santri sendiri sejak makan, minum, pengelolaan barang-barang pribadi sampai pada jadwal belajar. Pada tahap ini kegiatan pembelajaran masih dibimbing oleh santri yang lebih senior. Jika tahapan ini dikuasai dengan baik, maka santri akan menjalani pelatihan berikutnya untuk dapat menjadi anggota komunitas yang aktif dalam rombongan belajarnya. Disitu santri belajar bermusyawarah, menyampaikan pidato, mengelola tugas organisasi santri, mengelola urusan operasional di pondok dan mengelola tugas membimbing santri yuniornya.
Pelatihan atau kursus bisa saja berkembang menjadi lembaga pendidikan ketrampilan yang diakreditasi oleh kantor dinas pemerintah, memperoleh pengakuan luas dan menjangkau peserta dari luar pesantren. Pelatihan bisa juga berlanjut jika santri menyediakan waktu di pesantren setamat dari jenjang sekolah atau madrasah tertinggi yang diikutinya. Di sini santri dilatih untuk dapat mengelola lembaga yang diselenggarakan oleh pesantren. Kualifikasi dan tanggung jawab santri akan meningkat sejalan dengan tahap penguasaannya atas standar kompetensi yang diterapkan di lembaga pesantren.

4.      Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, pesantren pada umumnya benar-benar mandiri dan telah selektif pada lembaga-lembaga penyandang dana  dari luar masyarakatnya sendiri. Jenis pengembangan masyarakat yang lebih menjadikan masyarakat pesantren sebagai pasar bagi produk asing menjadi sorotan tajam. Konsep pengembangan masyarakat pun diganti dengan pemberdayaan masyarakat yaitu yang dapat memperbaiki tata usaha, tata kelola dan tata guna sumber daya yang ada pada masyarakat pesantren. Di dalam pemberdayaan masyarakat itu pesantren berteguh pada lima asas yaitu:
a.       Menempatkan masyarakat sebagai pelaku aktif bukan sasaran pasif
b.      Penguatan potensi lokal baik yang berupa karakteristik, tokoh, pranata dan jejaring
c.       Peran serta warga masyarakat sejak perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, refleksi dan evaluasi.
d.      Terjadinya peningkatan kesadaran, dari kesadaran semu dan kesadaran naif, ke kesadaran kritis
e.       Kesinambungan setelah program berakhir
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren percaya bahwa manusia akan meningkat martabatnya seiring dengan pengetahuan nilai-nilai did alam dirinya. Penanaman atau penumbuhan nilai-nilai dalam pribadi dan masyarakat membutuhkan waktu penyemaian yang tidak sebentar.[6]

5.      Lembaga Bimbingan Keagamaan
Pesantren ditempatkan sebagai bagian dari lembaga bimbingan keagamaan oleh masyarakat pendukungnya. Setidaknya pesantren menjadi tempat bertanya masyarakat dalam hal keagamaan. Mandat pesantren dalam hal ini tampak sama kuatnya dengan mandat pesantren sebagai lembaga pendidikan. Di bebeberapa daerah, identifikasi lulusan pesantren pertama kali adalah kemampuannya menjadi pendamping masyarakat untuk urusan ritual keagamaan sebelum mandat lain yang berkaitan dengan keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat.
Faktor yang mendukung pesantren sebagai lembaga bimbingan keagamaan adalah kualifikasi kiai dan jaringan kiai yang memiliki kesamaan panduan keagamaan terutama di bidang fiqih dan kesamaan pendekatan dalam merespon masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.
Semua itu menjadi pertimbangan bagi sejumlah pesantren untuk menata ulang pembelajaran dengan lebih menekankan dua hal yaitu relevansi akademik dan relevansi sosial kurikulum pesantren. Relevansi akademik menunjuk pada kesesuaian isi kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan di masyarakat dan relevansi sosial menunjuk pada kesesuaian isi kurikulum dengan permasalahan hidup masyarakat.

6.      Simpul Budaya
Pesantren dan simpul budaya itu sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada di tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke dalam peran itu, baik yang berada di daerah pengaruh kerajaan islam maupun di luarnya. Pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya dan selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dngan kehidupan di sekelilingnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan yang biasa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip syari’at. Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan memperoleh tempat.[7]

IV. KESIMPULAN
Pondok pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Sitem pendidikan mengandung beberapa subsistem yang saling berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren apabila dijadikan sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem tersebut.
Madrasah Diniyah adalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagai pendidikan non formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung dan menjadi pendidikan alternatif. Biasanya jam pelajaran mengambil waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini tidak terlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih mengedepankan pada isi atau substansi pendidikan.
Pesantren mengembangkan beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, maka itu adalah pondok pesantren. Pesantren dalam kehidupan dimasyarakat mempunyai peran, diantaranya sebagai :
1.      Lembaga Pendidikan
2.      Lembaga Keilmuan
3.      Lembaga Pelatihan
4.      Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
5.      Lembaga Bimbingan Keagamaan
6.      Simpul Budaya

V.    PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA
M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007).
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004)





[1] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hlm. 14
[2] Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 95
[3] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 32
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 32
[5] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 14.
[6] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 16.
[7] M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007), hlm 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar